kami hanya rakyat biasa yang dapur kami diobrak-abrik penguasa. layak kami hidangkan makan untuk nya. sakitnya, sendok-sendok rakus juga mengais sisa. piring kosong dan kotor pun dihinggapi tikus tak tau diri, ditengah meja para pemakai jas dan dasi aku tidak takut tertinggal, tak takut untuk ketinggalan, hanya bagaimana jika semua terus terulang dan tak diingatkan?
terkadang aku takut menulis namamu. menjadikan inisial karena aku terlalu tersipu malu. itu mungkin akhir dari kalimatku. tak pernah jadi kukirimkan untuk mu. sengaja, agar kamu tau.tanpa harus diberi tahu. senyap dari itu. kamu datang tanpa ragu. yang mencinta menjadi satu. hilang ragu, serta ketidak percayaannya aku.
sebenarnya puisi itu lebih panjang, lebih panjang dari tulisan-tulisan yang aku tulis untuk mu.pesan tersirat dan perasaan yang tak terungkap.juga karena tak bosan kian kali rindu yang tumbuh lebih indah dari tanaman bunga yang ku rawat setiap hari.tak aku petik maupun ku ambil gambar untuk sekedar tampilan ponsel ku.karena ia tak akan lebih indah dari yang nyata. langit biru yang aku lihat begitu indah.tak lagi-lagi ku ambil gambar nya karena ia akan lebih indah jika dipandang mata.dan ia akan lebih indah dari yang aku ambil gambar tentang nya. begitu pula, jika kau lihat tulisan-tulisan yang ku persembahkan untuk mu.yang mungkin sekali kau baca, namun itu tak akan lebih indah dari yang sebenarnya terasa. dunia yang kita genggam sesekali ku lepas untuk ku genggam kembali untuk kesekian kali, berkali-kali.agar hangat yang hilang tetap ada. aku lancang menulis ini, karena tak ada yang lebih bisa ku perbuat untuk apa yang membendung saat ini.bagaimana kabarmu?sekian rembulan tak men...